Kamis, 12 Januari 2012

KETIKA BADAI TERUS MENGGUNCANG INSTITUSI POLRI

Akhir Tahun 2011 dan awal tahun 2012, bisa jadi menjadi periode terburuk yang pernah dialami oleh Polri. Bagaimana tidak, pada periode tersebut Polri dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang sangat menyudutkan Polri sebagai Institusi terdepan dalam penegakan hukum di negeri ini. Mulai dari kasus Mesuji, Kasus Bima, Kasus Sendal Jepit, kasus meninggalnya tahanan, hingga kasus penembakan warga oleh oknum Anggota Brimob Polda Gorontalo yang terjadi pada tanggal 11 Januari 2012 kemarin. Belum lagi, lambatnya penanganan Mega Skandal kasus Bank Century, Kasus Mafia pajak, kasus Cek Pelawat, serta kasus wisma atlet membuat kinerja Polri terus mendapat sorotan publik.

            Rangkaian kasus demi kasus yang menyudutkan Polri akhir – akhir ini merupakan tamparan keras bagi institusi yang berlambang Tri Brata ini. Bagaimana tidak, tahun 2012 yang seharusnya menjadi tahap Partnership Building atau membangun kemitraan (sesuai Grand Strategy Polri), justru menjadi periode “kehilangan kepercayaan” masyarakat. Belum lagi, konsep Reformasi Birokrasi Polri yang tentunya hasilnya masih belum nyata alias masih menjadi tanda tanya di masyarakat. Yang paling menyedihkan, ditengah kondisi Polri yang semakin “tersudut”, Polri justru kehilangan “kawan”, yang setidaknya bisa memberikan dukungan atau pembelaan didepan publik. Berbeda dengan kasus Century, Wisma Atlet dan mega skandal lainnya, yang para pelakunya setidaknya masih mendapat “dukungan” dari kalangan tertentu khususnya DPR, Polri justru tidak mendapat dukungan sama sekali. Bahkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), yang mungkin diharapkan bisa membantu, justru “terkadang” malah menyoroti kinerja Polri. Kondisi ini tentu mengancam posisi Polri yang selama ini dianggap oleh beberapa kalangan belum mampu “mandiri”, sehingga dianggap lebih tepat untuk ditempatkan dibawah Departemen Dalam Negeri. Selain itu, munculnya wacana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (Dekamnas), semakin mempertegas bahwa kepercayaan publik kepada Polri sebagai pemelihara kamtibmas dan Kamdagri semakin menurun. Bahkan mungkin, sudah mulai pesimis.
            Kalau kita mengevaluasi secara menyeluruh, kinerja Polri sepanjang tahun 2011 sebenarnya tidak buruk – buruk amat. Setidaknya, Polri masih bisa menunjukan prestasi. Beberapa gembong terorisme yang mungkin selama ini diluar dugaan publik, berhasil ditangkap oleh Polri. Belum lagi pengungkapan beberapa sindikat narkoba dan lain sebagainya. Namun, mandeknya penanganan mega skandal Century, mafia pajak, Cek pelawat maupun kasus wisma atlet membuat Polri “kebagian” imbasnya. Dikatakan kebagian “imbas”, karena mandeknya kasus tersebut sebenarnya tidak hanya melibatkan Polri, namun kasus ini juga menyeret institusi Kejaksaan dan KPK. Bahkan, pemerintah khususnya Kabinet SBY dan Partai pengusungnya dituding terlibat dalam kasus tersebut. Ibarat pepatah “panas setahun dihapuskan hujan sehari”, itulah gambaran yang dialami Polri saat ini. Jasa – jasa Polri dalam memberantas kasus terorisme, pengungkapan gembong narkoba dan lain sebagainya, seolah menghilang lantaran sejumlah kasus yang sebenarnya hanya melibatkan “oknum”nya.
            Kalau dikaji secara mendalam, kasus yang menyudutkan Polri akhir – akhir ini sebenarnya tidak semuanya menunjukan buruknya kinerja Polri. Bahkan, Polri bisa berada di posisi yang “dibenarkan”. Ini tentunya diluar dari kasus meninggalnya tahanan dan penembakan warga oleh Anggota Brimob Polda Gorontalo. Dalam kasus sandal jepit misalnya, apa yang dilakukan penyidik sebenarnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 363 KUHP tentang pencurian. Sekalipun obyek yang “dicuri” hanya sendal jepit, kapuk, bahkan mungkin sebatang jarum tentu hukumannya tetap sama dengan mencuri barang yang bernilai Milyaran Rupiah. Hal ini karena sampai dengan saat ini belum ada aturan yang mengatur tentang perbedaan sangsi pidana antara pencuri dengan barang bukti sebatang jarum sampai dengan yang berharga milyaran rupiah. Jadi landasan hukumnya, tetap Pasal 363 KUHP. Untuk kasus Mesuji, pihak Polri sebenarnya “tidak benar” kalau harus dipersalahkan sepenuhnya. Sekalipun Tim Investigasi Khusus DPR menemukan adanya selonsongan peluru organik Polri di lokasi sengketa, tapi hal tersebut bisa dikatakan “wajar”. Ingat, dalam kasus Mesuji, sebelumnya telah terjadi bentrok berdarah antara warga dengan karyawan perkebunan sawit. Belum lagi, video kekerasan mesuji yang dituduhkan kepada Polri, telah terbukti secara sah hanya merupakan hasil rekayasa belaka. Kalau demikian, apa sih sebenarnya yang membuat kinerja polri terus disoroti dan seolah terus diadili tanpa henti???
            Untuk menjawabnya, tentu bukan perkara yang gampang. Selain belum ada penelitian ataupun pembuktian yang akurat, hal ini tentu berkaitan dengan tingkat kepuasan masyarakat. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa slogan polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat “dianggap” masih jauh dari kenyataan. Selain itu, sorotan kepada Polri khususnya kasus sandal jepit, pencurian kapuk dan lain sebagainya, sebenarnya polri hanya menjadi korban “salah alamat” atas kekecewaan publik dengan mandeknya kasus mega skandal seperti Century, mafia pajak, cek pelawat, wisma atlet yang nyata – nyata telah merugikan negara hingga Triliunan Rupiah. Logikanya, jika pelaku pencurian yang hanya bernilai ribuan rupiah ditangkap, kenapa “pencuri” uang negara hingga Triliunan Rupiah dibiarkan bebas menghirup udara segar. Jika kasus century, mafia pajak dan kasus besar lainnya terungkap, bisa jadi kasus pencurian sendal jepit, kapuk dan lain sebagainya tidak berbuah “kado” sorotan kepada Polri.
            Rangkaian kasus demi kasus yang terus mendiskreditkan Polri, tentu mejadi pelajaran yang paling berharga bagi Polri untuk terus memperbaiki diri guna mendapatkan kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat tentu sangat penting untuk menyelamatkan Polri ditengah mencuatnya wacana penempatan Polri di bawah Departemen Dalam Negeri, serta rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional.  Apabila hal tersebut tidak terwujud, atau bahkan Polri makin “terpuruk”, maka bisa jadi segala kewenangan yang selama ini menjadi wewenang Polri bisa dialihkan kepada pihak lain yang dinilai lebih mampu dan layak. Bagaimana pun juga, Polri merupakan salah satu Instansi di negeri ini yang memiliki kewenangan yang sangat besar, yang tidak dimiliki instansi lain. Bahkan, remunerasi yang belum lama ini memberikan sedikit “tambahan pendapatan” kepada Personil Polri bisa melayang begitu saja. Tanggung jawab ini tentu tidak bisa hanya dibebankan kepada pimpinan Polri, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua personil Polri. Andai tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat kepada Polri terus meningkat, maka meskipun badai terus mengguncang, pasti suatu saat publik yang akan menjadi garda terdepan membelah institusi kita yang tercinta ini., Bravo Polri…, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar