Jumat, 30 Desember 2011

Dampak Positif dan Negatif Penyelenggaraan Pemilu secara langsung

semenjak jatuhnya orde baru dan munculnya Orde Reformasi, banyak kebijakan yang terjadi dimasa orde baru mengalami perubahan yang sangat siginfikan. Perubahan tersebut terjadi hampir disemua bidang termasuk penyelenggaraan Pemilu, baik pemilu legislatif, Pemilu Presiden, maupun Pemilihan Umum Kepala Daerah.


Jika dimasa Orde Baru Pemilihan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, di masa Reformasi diselenggarakan oleh sebuah Lembaga Independen yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pembentukan KPU ini sesuai dengan UU No. 04 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No. 03 tahun 1999 tentang Pemilu, dimana didalamnya memuat tentang pembentukan Lembaga Independen Penyelenggara Pemilu yakni KPU. Tujuan dari pembentukan KPU ini yakni agar penyelenggaraan Pemilu dapat berlangsung tanpa adanya intervensi dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah.

Reformasi pemilihan umum tidak hanya sebatas mengenai penyelenggara saja, tetapi sampai metode pemilihan. Di masa Orde baru, untuk Pemilihan Anggota Legislatif, baik DPRD Kab / Kota, DPRD Provinsi maupun DPR RI, kita hanya memilih Partai Politik dan untuk penunjukan Anggota Legislatif merupakan kewenangan Partai Politik. Namun di masa Reformasi, Pemilihan Anggota Legislatif dipilih secara langsung oleh rakyat. Begitu juga untuk pemilihan Presiden maupun Kepala Daerah, jika dimasa Orde daru dipilih oleh DPR dan DPRD, maka dimasa Reformasi dipilih secara langsung oleh Rakyat.

Yang menjadi pertanyaan kita semua, apakah hal tersebut telah menunjukan hasil yang maksimal?????????
Jawabannya, pasti belum. hal ini karena pemilihan Anggota Legislatif secara langsung oleh rakyat justru berbanding terbalik dengan kualitas Anggota DPRD dan DPR yang terpilih. hal ini karena, pemilihan anggota legislatif secara langsung memberikan kesempatan kepada para Calon Anggota Legislatif untuk melakukan segala cara untuk menduduki kursi legislatif, seperti praktek Money Politik, pemberian bantuan tertentu, pembagian sembako, dll. selain itu, orang yang memiliki popularitas yang tinggi di masyarakat tanpa ragu - ragu maju mencalonkan diri, padahal belum memiliki modal dan kapabilitas untuk menjadi anggota legislatif. hasilnya, kursi legislatif hanya menjadi warisan orang - orang berduit dan para artis. Alhasil, produk undang undang yang dihasilkan oleh DPR sangat minim kualitas. Saat pelaksanaan sidang pun, banyak kursi yang kosong, lantaran masing masing sibuk dengan urusan masing - masing. ada yang ngurus proyek, syuting Film, dan lain sebagainya. Disisi lain, banyak orang pintar dengan latarbelakang pendidikan yang tinggi dan menunjang, hanya menjadi penonton lantaran tidak memiliki duit untuk maju sebagai Clon Anggpta Legislatif. yang paling memprihatinkan, tidak sedikit para mantan calon anggota legislatif harus rela rumah dan mobilnya disita oleh Bank gara - gara tidak mampu membayar utang yang digunakan untuk maju sebagai anggota legislatif.

Terus bagaimana dengan pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah???
Hasilnya, kurang lebih sama. untuk maju sebagai Calon presiden, sudah pasti harus kalangan yang berduit. bayangkan saja, untuk bayar saksi diseluruh indonesia, Pasangan Capres/Cawapres harus mengeluarkan ratusan Milyar Rupiah. hal ini mengingat jumlah TPS untuk Pilpres 2009 sebanyak 561.363 TPS. jika setiap TPS ada saksi 2 (dua) orang, dan setiap saksi dihargai Rp. 200.000 saja, maka Capres / Cawapres harus mengeluarkan sebanyak Rp. 112.278.600.000. wuah, jumlah yang luar biasa kan!!!!

Untuk penyelengaraan Pilkada, jumlah duit yang harus dikeluarkan juga tidak sedikit. Bahkan, seorang Dede Yusuf harus menjual Villa yang dimilikinya hanya untuk membayar saksi sewaktu maju dalam Pilkada Jabar. Kalau sudah begini, jangan pernah anda yang tidak berduit untuk bermimpi menjadi seorang Bupati, Gubernur maupun Presiden. itu sudah menjadi warisan kalangan konglomerat...,

Trus, Solusinya gimana???
pada kesempatan ini, aku pengen nawarin sbb :
1. Untuk Pemilu Legislatif, kemblikan ke Format Orde lama, dimana kita hanya memilih Parpol saja, tanpa harus memilih langsung Caleg. Untuk penunjukan Aleg, menjadi kewenangan Parpol masing - masing. ini bertujuan agar para tidak ada lagi orang yang stres lantaran kehabisan duit waktu maju sebagai Caleg.
2. Untuk Pemilihan Presiden, tetap dipilih secara langsung oleh Rakyat, namun untuk Pilkada, pemilihan Calon Kepala Daerah dipilih kembali oleh DPR. ini bertujuan agar anggaran negara yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan Pilkada bisa dihemat.

Saya rasa, dua tawaranm ini bisa dipertimbangkan......, tks

3 komentar:

  1. saya setuju dengan pemaparan di atas, selain menghemat waktu... biaya untuk pemilu pun bisa sedikit berkurang, dan bisa digunakan untuk pembangunan lainnya...

    BalasHapus
  2. Pertanyaanya sekarang apakah tidak akan terjadi konkalikong antara orang yang berambisi menjadi eksekutif dgn Legislatif yang akan memilih eks?

    BalasHapus
  3. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia harus di perketat, agar tidak terjadi kecuranagn dalam pemilu.............................

    BalasHapus