Bulan Ramadhan
Tahun ini sungguh berbeda dari tahun
- tahun sebelumnya. Kalau pada tahun - tahun sebelumnya
untuk sekedar ngabuburit, biasanya kita mengisinya
dengan menyaksikan Tauziah dari para Ulama atau tayangan religi
lainnya, tahun ini justru lebih banyak dihabiskan untuk menyaksikan pembantaian
saudara muslim kita khususnya di Rohingya maupun di Syiria (baca:Suriah).
Pembantaian di 2 (dua) lokasi yang berbeda dan oleh rezim yang berbeda tersebut memang sungguh mengerikan. Puluhan ribu nyawa melayang, termasuk melibatkan korban dari wanita dan anak - anak. Korban diperkirakan akan terus bertambah, mengingat sampai dengan saat ini belum ada tanda - tanda penyelesaian konflik. Kondisi ini tentu membuat warga sipil dikedua daerah yang berbeda tersebut semakin tenggelam dalam ketakutan serta ancaman kelaparan akibat kekurangan pangan. Yang paling memiriskan tentu yang dialami oleh etnis muslim Rohingya. Kalau konflik Syiria terjadi kontak senjata kedua belah pihak yang bersengketa, di Rohingya yang terjadi sebaliknya. Serangan hanya datang dari etnis Budha (kafir) Rakhine yang didukung oleh pemerintah yang melibatkan polisi dan tentara dari Junta Militer Myanmar. Ketika pembantaian terjadi, polisi dan tentara kafir junta militer Myanmar hanya menjadi patung tanpa mengambil tindakan apapun, Ketika kaum muslimin mencoba melawan, maka tentara dan polisi Myanmar langsung bergerak cepat dengan menangkapi mereka. Mereka pun kemudian dijemur diatas pasir yang panas, disiksa bahkan sampai ditembaki. Nauzubillah.., sungguh mengerikan...!
Pembantaian di 2 (dua) lokasi yang berbeda dan oleh rezim yang berbeda tersebut memang sungguh mengerikan. Puluhan ribu nyawa melayang, termasuk melibatkan korban dari wanita dan anak - anak. Korban diperkirakan akan terus bertambah, mengingat sampai dengan saat ini belum ada tanda - tanda penyelesaian konflik. Kondisi ini tentu membuat warga sipil dikedua daerah yang berbeda tersebut semakin tenggelam dalam ketakutan serta ancaman kelaparan akibat kekurangan pangan. Yang paling memiriskan tentu yang dialami oleh etnis muslim Rohingya. Kalau konflik Syiria terjadi kontak senjata kedua belah pihak yang bersengketa, di Rohingya yang terjadi sebaliknya. Serangan hanya datang dari etnis Budha (kafir) Rakhine yang didukung oleh pemerintah yang melibatkan polisi dan tentara dari Junta Militer Myanmar. Ketika pembantaian terjadi, polisi dan tentara kafir junta militer Myanmar hanya menjadi patung tanpa mengambil tindakan apapun, Ketika kaum muslimin mencoba melawan, maka tentara dan polisi Myanmar langsung bergerak cepat dengan menangkapi mereka. Mereka pun kemudian dijemur diatas pasir yang panas, disiksa bahkan sampai ditembaki. Nauzubillah.., sungguh mengerikan...!
Pertanyaan besar tentunya patut
dialamatkan kepada PBB khususnya kepada AS dan Sekutunya. Lebih khusus lagi
kepada Komisi HAM PBB. Jangankan untuk mengambil langkah - langkah investigasi
ataupun langkah - langkah pencegahan maupun penyelesaian konflik, hanya untuk
menyatakan bahwa kasus pembantaian etnis muslim Rohingya sebagai kejahatan
kemanusiaan (Genosida) saja sama sekali tidak dilakukan. Utusan khusus PBB dari
Komisi HAM Thomas Quintana yang melakukan kunjungan ke Myanmar terkesan hanya
sekedar formalitas. Hal ini karena selama kunjungan tersebut, Thomas Quintana,
dkk dikawal ketat oleh otoritas setempat. Jangankan untuk melakukan
penyelidikan, hanya sekedar berbincang dengan korban saja selalu dihalangi oleh
aparat keamanan.Hal ini jelas menggambarkan bahwa keseriusan PBB dalam mengusut
kasus pelanggaran HAM berat di Myanmar patut dipertanyakan. Belum lagi kalau
melihat sikap PBB terhadap konflik di Syiria. Rezim Bashar Al As'ad seolah
dibiarkan bebas membantai warganya yang memberontak tanpa ada tindakan apa -
apa dari PBB, khususnya AS dan Sekutunya. Tindakan ini tentunya berbeda dengan
saat konflik Libya yang berhasil menumbangkan rezim Khadafi. Tindakan ini bisa
dibilang wajar, mengingat Moammar Khadafi adalah musuh AS dan Sekutunya
sedangkan pihak pemberontak merupakan kelompok pro AS. Situasi berbeda tentunya
yang terjadi di Syiria. Sekalipun Presiden Bashar Al As'ad merupakan musuh AS
dan Sekutu Iran, para pemberontak yang berasal dari komunitas muslim Sunni dan
aliran Wahabi (Aliran yang diklaim menginspirasi lahirnya Al Qaedah) tentu
sangat memusuhi AS. Membantu pemberontak tentu sangat tidak diinginkan oleh AS
dan Sekutunya, karena sama saja dengan melepaskan harimau yang sewaktu - waktu
bisa memangsa mereka. Langkah rahasia yang dilakukan oleh AS justru hanya Arab
Saudi untuk memberikan bantuan persenjataan kepada pemberontak. Langkah ini
tentu bukanlah langkah penyelesaian, justru hanya akan membawa Syiria kepada
konflik berkepanjangan. Padahal langkah strategis yang harus dilakukan saat ini
tentunya denngan mengirimkan Pasukan Perdamaian PBB. Sekalipun beresiko (karena
bisa menjadi sasaran Tentara Pemerintah maupun pemberontak), namun langkah
tersebut menurut beberapa pihak adalah satu - satunya langkah yang bisa
dilakukan untuk mengurangi jumlah korban yang semakin hari semakin
bertambah.
Lambannya tindakan PBB dalam
membantu menyelesaikan konflik berdarah yang menimbulkan korban dari komunitas
muslim sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Pada saat pembantaian umat
muslim Bosnia pada tahun 1992 silam bisa dijadikan tolak ukur. Akibat lambannya
penanganan PBB, ratusan ribu nyawa umat muslim Bosnia melayang. Belum lagi
kalau melihat nasib kaum muslimin yang ada di Narathywat (Thailand Selatan)
maupun umat muslim Mindanao, umat muslim Eighur (Cina), Umat Muslim di India,
Sri Lanka dan masih banyak lagi. Berkali - kali mereka mendapat kekerasan
fisik, diskriminasi ekonomi maupun sosial. Salah satu resep ampuh yang bisa
membuat mereka tidak dibantai secara semenah - menah seperti yang dialami oleh
umat muslim Rohingya adalah dengan membentuk kelompok perlawanan bersenjata
atau Majelis Mujahidin (oleh negara kafir mereka sebut Teroris). Resep tersebut
mampu membuat kaum Muslim Moro yang ada di Mindanao sampai sekarang masih
bertahan.
Berbagai deskpripsi yang saya
tuliskan diatas, nampak jelas bahwa ternyata konsep HAM yang didengungkan oleh
AS dan Sekutunya dibawah payung PBB tidak berlaku bagi umat islam. Hal ini
nampak dari perlakuan PBB terhadap umat muslim. Ketika Saddam Husein menyerang
Etnis Kurdi di Iraq, AS dan sekutunya langsung menyatakan bahwa tindakan
tersebut adalah kejahatan kemanusiaan. Namun ketika Thaksin Shinawatra
membantai umat muslim Narathywat, PBB seolah menutup mata. Tindakan yang dilakukan
oleh Junta Militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya itu jelas - jelas
kejahatan kemanusiaan (Genosida). Hal ini nampak jelas dari adanya propaganda
Myanmarisasi yang didengungkan oleh pihak junta militer Myanmar yang
dikampanyekan secara massal oleh para Bhiksu (Botak Kafir) Rakhine. Coba kalau
di Indonesia Umat Islam melakukan pembersihan terhadap etnis Budha, tentu hanya
beberapa jam kecaman internasional akan membanjir. Ini memang tidak
adil..,
Untuk itu, umat Islam di seluruh
dunia sudah saatnya untuk merenungkan hal ini. Organisasi pertahanan militer
seperti yang dilakukan oleh AS dan Sekutunya yang tergabung dalam NATO
(Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) perlu dilbentuk. Bila perlu, Organisasi
Konfrensi Islam (OKI) jangan hanya dijadikan sebagai forum komunikasi, tetapi
juga digunakan untuk mengatur kebijakan penguatan ekonomi dan militer. Ini
tentu bukan untuk mengintimidasi para negara non islam, minimal negara - negara
kafir tidak memandang negara - negara Islam sebelah mata. Bila perlu untuk
menguatkan ekonomi sesama negara Islam, dibuat satu mata uang untuk menyaingi
Euro. Apalagi saat ini status negara kaya yang sebelumnya disandang oleh negara
- negara barat termasuk AS telah berpindah ke Timur Tengah. Lihat saja apa yang
dilakukan oleh beberapa petinggi Klub Sepakbola Eropa. Untuk menyelamatkan
klub, mereka tidak malu - malu mengemis kepada para taipan minyak dari Timur
Tengah. Ini tentu sederhana tapi jelas menggambarkan bahwa secara ekonomi,
negara - negara islam khususnya di Timur Tengah sudah sangat kuat. Kalau memang
Organisasi secara militer belum bisa dibentuk, maka bantuan terhadap kelompok -
kelompok bersenjata yang oleh negara barat disebut teroris seperti yang
dilakukan Iran dan Syiriah terhadap Hizbullah dan Brigade Al Qassam di
Palestina penting dilakukan. Sekedar saran untuk saudara - saudaraku yang
tergabung dalam Al Qaidah yang selama ini hanya hoby melakukan teror di
Indonesia, sudah saatnya kalian terbang ke Myanmar. Pintu Jihad sangat terbuka
disana, aroma surga dan bidadarinya tercium sampai disini.., Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar